Menunda makan karena lagi program diet? Sepertinya bukan langkah yang tepat, karena diet sejatinya mengatur pola makan dan melakukan olahraga teratur, bukan menunda.
Penumpukan lemak justru kemungkinan besar terjadi akibat menunda makan, hal ini diketahui dari penelitian sebuah studi jurnal Cell Metabolism yang menemukan bahwa seseorang menunda makan memicu lapar menjadi double atau ganda.
Penelitian itu dilakukan dengan membandingkan beberapa orang yang mengonsumsi makanan sama di waktu yang berbeda hanya dalam sehari.
Melansir dari CNN Sabtu (8/10), salah seorang peneliti di Boston’s Brigham and Women’s Hospital yakni Nina Vujovi menemukan, makan empat jam lebih telat akan memunculkan perbedaan yang cukup signifikan untuk tingkat rasa lapar cara tubuh dalam membakar kalori usai makan, serta cara bagaimana tubuh menyimpan lemak.
Tentu saja studi ini memberikan dukungan pada konsep bahwa ritme sirkadian, yang mempengaruhi fungsi fisiologis utama seperti halnya suhu tubuh dan detak jantung. Hal ini juga akan berdampak pada cara tubuh menyerap bahan bakar.
Selanjutnya hasil yang ditunjukkan pada studi yang telah dilakukan adalah, makan terlambat bisa menghasilkan peningkatan rasa lapar, mempengaruhi hormon serta mengubah ekspresi gen.
Nah, gen yang dimaksud disini adalah gen dalam hal metabolisme lemak yang cenderung lebih sedikit memecah lemak, alhasil lebih banyak penumpukan lemak.
Sedangkan penelitian sebelumnya telah mengaitkan makan yang terlambat dengan penambahan berat badan. Penelitian ini juga tidak mengukur penurunan berat badan dan juga tidak bisa menunjukkan hubungan sebab akibat yang tak terlibat pada penelitian tersebut.
Malahan, penelitian juga menunjukkan jika seseorang melewatkan sarapan di pagi hari dikaitkan dengan terjadinya obesitas.
Hanya melibatkan 16 partisipan yang kelebihan berat badan atau obesitas pada penelitian yang terhitung kecil ini. Akan tetapi perencanaan pada penelitian ini telah dilakukan secara hati-hati guna menghilangkan potensi penyebab kenaikan berat badan.
“Walaupun ada penelitian lain yang menyelidiki tentang isu ‘mengapa makan terlambat dikaitkan dengan peningkatan risiko obesitas,’? Karena ini mungkin yang paling terkontrol dengan baik, termasuk secara ketat mengontrol jumlah, komposisi dan waktu makan, jadwal tidur, aktivitas fisik, tidur, suhu kamar dan paparan cahaya,” kata penulis senior Frank Scheer, selaku direktur Program Kronobiologi Medis.
Semua peserta yang terlibat juga dalam keadaan sehat, tidak ada riwayat diabetes maupun kerja shift yang nantinya bisa mempengaruhi ritme sirkadian, dan mempunyai aktivitas fisik teratur.
Partisipan yang terlibat di dalamnya menjaga jadwal tidur atau bangun sehat selama kurang lebih tiga minggu dan diberikan makanan siap saji di waktu yang tetap selama tiga hari sebelum dilakukan percobaan di lab.
Para partisipan tersebut selanjutnya melakukan prosedur yang sebaliknya usai istirahat beberapa minggu. Mereka yang makan lebih awal pindah ke kelompok yang terlambat atau menunda makan begitu sebaliknya. Sehingga ini sama dengan menggunakan setiap orang sebagai kontrop mereka sendiri.
Hasilnya adalah bahwa rasa lapar berlipat ganda bagi mereka yang hobi makan malam hari. Sementara untuk mereka yang makan sore hari juga melaporkan keinginan untuk makanan bertepung dan gurih, daging, keinginan minum susu dan makan sayur.
Dengan melihat hasil tes darah, para peneliti bisa melihat tentang, mengapa tingkat leptin, hormon yang memberi sinyal saat kita merasa kenyang justru menurun untuk orang yang makan ditunda atau terlambat dibandingkan mereka yang makan lebih awal.